Ilmu Nalar dan Efeknya

Mencari Ilmu adalah sesuatu yang harus untuk umat manusia. Namun, bagi mereka yang tidak dibarengi oleh agama pastilah dia akan sesat jalannya dan pasti akan menjadi korban atau akibat negatif dari pengetahuannya tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan ketajaman spiritual untuk menjalankan sebuah konsep ilmu yang Allah SWT telah titipkan di muka bumi ini.

Sebuah kisah kami tuturkan kepada khalayak semua sebagai pembanding hidup dalam mencari ilmu.

Diceritakan oleh Sang Guru Jalaludin Rumi dan yang
lain-lain, pada suatu hari Isa, putra Mariam, berjalan-jalan
di padang pasir dekat Baitulmukadis bersama-sama sekelompok
orang yang masih suka mementingkan diri sendiri.

Mereka meminta dengan sangat agar Isa memberitahukan kepada
mereka Kata Rahasia yang telah dipergunakannya untuk
menghidupkan orang mati. Isa berkata, “Kalau kukatakan itu
padamu, kau pasti menyalahgunakannya.”

Mereka berkata, “Kami sudah siap dan sesuai untuk
pengetahuan semacam itu; tambahan lagi, hal itu akan
menambah keyakinan kami.”

“Kalian tak memahami apa yang kalian minta,” katanya -tetapi
diberitahukannya juga Kata Rahasia itu.

Segera setelah itu, orang-orang tersebut berjalan di suatu
tempat yang terlantar dan mereka melihat seonggok tulang
yang sudah memutih. “Mari kita uji keampuhan Kata itu,” kata
mereka, Dan diucapkanlah Kata itu.

Begitu Kata diucapkan, tulang-tulang itupun segera
terbungkus daging dan menjelma menjadi seekor binatang liar
yang kelaparan, yang kemudian merobek-robek mereka sampai
menjadi serpih-serpih daging.

Mereka yang dianugerahi nalar akan mengerti. Mereka yang
nalarnya terbatas bisa belajar melalui kisah ini.

Bacalah dan Berpikirlah!

Bacalah dan Berpikirlah! Dua konsep perintah ini terukir baik dalam Al Quran, Kitab suci sumber segala ilmu pengetahuan. Jadi sangatlah beruntung umat Islam yang mampu mengaplikasikan dua perintah diatas. Perintah Bacalah tertera dalam kata Iqra, dmana ayat pertama inilah yang diturunkan pertama kali di dunia ini untuk seluruh umat manusia. Mengapa kita disuruh membaca? Disinilah letak fungsi kita selanjutnya yaitu berpikirlah yang tertulis dalam kata Yatafakkarun.

Kita beragama adalah sesuatu yang wajib. Mengikuti syarat dan rukunnya haruslah menjadi rutinitas kita dikarenakan sifat dan watak manusia berada diantara rendahnya hidup binatang dan mulyanya hidup malaikat. Maka dari itu dibutuhkan lebih dari sebuah pelaksanaan sistem untuk menempa diri kita ini. Maka muncullah Ibadah Sholat, Dzikir, Puasa, Sedekah dan Haji. Kesemuanya itu untuk menempa rohani dan spiritual kita. Namun, kesemua itu akan jauh lebih bermakna saat kita memahami makna Al Quran memerintahkan kita untuk memakai karunia terbesar dari tubuh jasmani dan rohani kita yaitu belajar memahami kejadian-kejadian di alam sekitar dan menemukan jawabannya agar iman dalam tauhid kita semakin kental.

Membaca pertanda alam dari makro hingga skala mikrokopis akan merangsang tingkat kesadaran kita. Dan jika seorang umat Islam yang memiliki tingkat kesadaran yang tinggi maka dialah yang patut kita jadikan pemimpin dan khalifah di muka bumi ini.

Semoga pada konsep berpikir, umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan Ilmu.

Epistemologi Islam : Surah Alfatiha

Sangat mendasarnya isi Surat Al-Fatiha dalam ajaran agama Islam terlihat misalnya dengan pemberian nama lain surat ini oleh Nabi Muhammad SAW sendiri yaitu Ummul Kitab (Ibu/Sumber Kitab), sedangkan arti dari “Al-Fatiha” sendiri adalah “The Opening”. Surat ini memberitahukan kepada pembaca agar mengidentifikasi dirinya bukan sebagai “aku,” akan tetapi sebagai “kami”.

Rasulullah SAW menegaskan bahwa surat ini wajib dibaca setiap mengerjakan shalat yang wajib ditegakkan. Apakah seorang penganut agama Islam sedang melaksanakan shalat secara sendiri-sendiri ataupun berjamaah, tetap saja pada keduanya identifikasi diri itu adalah “kami” bukan “aku.”

Surat Al-Fatihah, 5-7:

”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

Hukum paling utama, yang sering disebut sebagai The Golden Rule pada Injil (Markus 12: 28-31) juga menjelaskan mengenai kesatuan umat manusia:

”Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepadanya dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?

Jawab Yesus: Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”

Benturan-benturan yang berawal dari keterpisah-pisahan yang disebutkan di atas adalah manifestasi dari ilmu-ilmu (baik ilmu agama maupun ilmu non-agama) yang diformulasikan berdasar hasil pengamatan manusia — disadari atau tidak — dimana si pengamat berasumsi bahwa ia adalah makhluk yang independent, tidak ada keterikatan dengan makhluk lainnya. Inti permasalahan dari perkembangan ilmu-ilmu yang didasari oleh epistemologi-epistemologi seperti ini adalah:

““Reality” is what we take to be true. What we take to be true is what we believe. What we believe is based upon our perceptions. What we perceive depends upon what we look for. What we look for depends upon what we think. What we think depends upon what we perceive. What we perceive determines what we believe. What we believe determines what we take to be true. What we take to be true is our reality.”

Epistemologi Islam (Part 1)

Sebuah pesan: Janganlah menganut agama*1 Islam*2 hanya sebagai kepercayaan saja (dogma). Tapi anutlah Islam menjadi keyakinan yang ilmiah dan dapat dipraktekkan dengan nyata kebenarannya. (Kadirun Yahya)*3

{1. Kata “agama” dipadankan dengan “id-dîn” dalam bahasa Arab, yang artinya: religion, faith, creed, sovereignty, submission, belief, accountability. Root d-â-n: to be indebted, to owe, to be subject, be under someone’s power, owe allegiance; to repay. Kata “religion” berasal dari kata “re” dan “ligare (that which binds)”. Dengan demikian kata “religion” berarti “that which binds back”.

2. Secara etymology, kata “Islam” berarti “menyerahkan diri/submission of oneself/surrender,” lihat misalnya: Q.2: 136.

3. Prof. S. S. Kadirun Yahya, Teknologi Al-Qur’an, [Tahun??].}

Epistemologi dikenal sebagai Sub-Sistem Filsafat, dimana tidak hanya epistemologi yang dikenal, tetapi juga ontologi dan aksiologi. Epistemologi adalah teori pengetahuan yang membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang ”ada” yaitu tentang apa yang ingin dipikirkan. Sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun fungsi dari objek yang dipikirkan itu.

Oleh karena itu, maka sub-sistem ini biasanya disebutkan secara berurutan, mulai dari ontologi, epistemologi, kemudian aksiologi. Dengan gambaran yang sederhana dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang perlu dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi). Singkatnya, karena keinginan mengetahui senantiasa melekat pada manusia, maka epistemologi tidak lain dari usaha yang sistematis guna pemenuhan kebutuhan keinginan mengetahui tersebut. *5

{5. Prof. Dr. Mujamil Qomar, M. Ag., Epistemologi Pendidikan Islam, Penerbit Erlangga, 1997, hal. 1}

Terlihat dari praktek lembaga-lembaga pendidikan secara umum — baik disadari ataupun tidak – dipisahkannya “ilmu agama” dengan “ilmu non-agama.” Selanjutnya, ilmu agama juga dipisah-pisahkan, dan begitu pula dengan ilmu-ilmu non-agama (ilmu antropologi, ilmu sosiologi, ilmu psikologi, ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu alam, ilmu pasti, dan lain-lain) yang kesemuanya tidak dapat diacu kepada kerangka epistemologi yang mengarah kepada unifikasi dari ilmu-ilmu ini. Akibatnya, bukan saja ilmu agama kemudian berbentur dengan ilmu non-agama, akan tetapi sesama ilmu agama dan sesama ilmu non-agama juga saling berbenturan.

Kemudian, karena tindakan sehari-hari manusia melekat pada lembaga, maka persepsi keterpisah-pisahan ini otomatis menjadi jiwa dari lembaga tersebut. Tidak dapat disangkal lagi, pada gilirannya tindak-tanduk sehari-hari lembaga ini membuahkan benturan-benturan pada kehidupan manusia sehari-hari. Dengan demikian, bukan saja keterpisahan dan benturan terjadi pada tatanan visi akan tetapi juga pada tatanan dinamika praktek kehidupan manusia sehari-hari.

Di lain pihak, terjadi hal yang sangat ironis, karena pengetahuan-pengetahuan atau ilmu-ilmu yang dianggap terpisah-pisah sehingga menyebabkan benturan-benturan sesama umat manusia pada kehidupan sehari-harinya, ternyata sangatlah bertolak-belakang dengan temuan-temuan manusia yang diperolehnya melalui keinginannya untuk mengetahui yaitu sesungguhnya semua isi alam semesta berikut manusia sedang dan senantiasa menyatu bersama (“Tauhid” yang berasal dari kata “ahad” dalam bahasa Arab):

Fisika Quantum: Parts are seen to be in immediate connection, in which their dynamical relationships depend, in an irreducible way, on the state of the whole system (and, indeed, on that of broader systems in which they are contained, extending ultimately and in principle to the entire universe). Thus, one is led to a new notion of unbroken wholeness which denies the classical idea of analyzability of the world into separately and independently existent parts.

Batas Ilmu

Apakah Ilmu ada batasnya? Ya, tentu saja ada batasnya yaitu di saat si pelaku sains itu sudah merasa jenuh dan tingkat egois menguasai kreativitasnya. Namun secara substansi Ilmu itu tidak terbatas, manusialah yang terbatas, makanya tidak ada satu manusia pun di jaman sekarang menguasai segala ilmu. Dibutuhkan kerjasama Tim dimana setiap individu itu unik dengan keahliannya masing-masing.

Kitalah yang sering membatasi ilmu. Ilmu agama kita batasi hanya pada ibadahnya saja. Islam kita batasi pada ajaran tauhid saja, syariat kita jadikan tolak ukur satu-satunya dalam beribadah padahal Ilmu itu asih tinggi dan dalam. Jika kita masih bersua dengan usia yang panjang maka tidak cukup umur ini untuk menelitinya. Inilah Ilmu Allah SWT, “Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.” (QS. Al Kahfi: 109). Ibarat Kalimat Allah SWT itu sebagai Ilmu di dunia, maka ini sudah mencerminkan bahwa Ilmu itu cukup untuk semua manusia walau lebih 7 generasi kedepan dan bahkan Ilmu itu masih tersisa banyak.

Namun kenapa masih banyak orang berdiam diri membiarkan usianya berlalu begitu saja dengan tanpa ada penelitian terhadap Firman-firman Allah SWT yang dibawa oleh Rasulullah untuk dipahami kandungannya sehingga kita lebih bisa mendapatkan hidayah dan inayah di dunia ini dan agar kita dapat selamat di akherat kelak.

Kita bagai seekor lebah yang hanya mencari makan dan melindungi keluarga dan itu berlalu begitu saja dengan tanpa ada peningkatan potensi ilmu yang Allah SWT telah titipkan di dunia ini, yang disimpan di antara langit dan bumi sedang kita melaluinya begitu saja dan tak ada satu pun diantara kita yang memikirkannya. “..inna fii dzalika la ayatalliqaumin yatafakkaruna” sungguh dalam hal ini terdapat tanda – tanda bagi mereka yang mau berfikir. Subhanallah.

Hindari tekanan jiwa dari kesibukan yang menyita waktu. Kenalilah celah penghabis usia kita dan langkahi setiap dia beraksi memakan waktu kita sedikit-demi-sedikit.

Masih banyak yang harus kita cari. Ilmu Agama kita belumlah sempurna. Bagaimana cara kita agar Rasulullah dapat kita raih dan mampu mengenali kita jika Ilmunya saja belum kita dapatkan dan jika pun itu sudah kita dapatkan maka masih butuh waktu untuk dipahami dan bukan hanya itu saja, kita masih harus mempraktekkannya. Semoga usia kita dilimpahi berkah ilmu Allah SWT.

Science of Focus

Science of Focus kami namakan istilah dalam Islam sebagai Tafakkur. Dimana sistem visualisasi kita wujudkan dalam fokus hening. Ritual ini dilakukan disaat sebelum dan sesudah melakukan Sholat. SOF (Science Of Focus) ini terdiri dari beberapa item. Tujuan dari SOF ini semata-mata untuk melakukan penggambaran diri yang telah melakukan dosa-dosa baik dosa kecil maupun yang dianggp dosa besar dan setelah itu melakukan ritual dzikir ampunan (melakukan pengulangan kalimat taubat hingga batas ketentraman jiwa, karena sesungguhnya jiwa ini peka akan kesalahan, dan jika dia berjalan diatas kesalahan yang belum dimintakan taubatnya maka hati akan mengundang lagi banyak kesalahan-kesalahan baru. Inilah riset As-shufi dalam pengupasan setiap artikel di blog kami. Praktek SOF ini bisa dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Namun tempat dan waktu yang baik adalah saat sebelum dan setelah melakukan ibadah kepada Allah SWT. Inti dari SOF ini bukanlah harus berguru atau berjamaah atau mengharuskan seseorang untuk mengadakan sesajean karena sekali lagi hal itu adalah bentuk syirik dan dosa tersebut tiada ampunannya dari Allah SWT.

SOF ini sebenarnya memanfaatkan kebiasaan kita yaitu melamun. Melamun merupakan proses hening juga akan tetapi tidak memiliki metode untuk menghasilkan energi positif malah sebaliknya akan menghasilkan kemalasan yang tidak berujung. Sedangkan SOF ini, kita harus membangun konsep penggambaran yang terstruktur dimana melibatkan unsur pikiran dan perasaan. Kami belum bisa mengupas lebih jauh dari konsep SOF secara tertulis karena ada dasarnya kita semua sudah bisa melakukannya bahkan lebih baik dari saya. Inti dari SOF ini adalah kontinu dan konsisten terhadap apa yang ditafakkurkan.

Ruang lingkup dari SOF ini meliputi :

  1. Pengukuran kapasitas diri
  2. Penyadaran potensi
  3. Pembukaan Potensi
  4. Pengamalan Aplikasi


SOF ini, kita mampu mengukur kapasitas ita sebagai seorang pria dan wanita, kapasitas kita sebagai manusia terhadap hewan, tumbuhan maupun alam dan lingkungan. Konsep ini bertujuan untuk menyadari bahwa ada banyak potensi yang kita miliki namun disia-siakan di jalan dunia yang penuh kehampaan. Potensi manusia terdiri dari susunan 3 milyar kombinasi kecerdasan yang hingga saat ini barulah puluhan model yang ditemukan. Namun dengan SOF ini setiap dari kita bisa menemukan potensinya sendiri dan melakukan pembukaan atau proses meng-on-kan sakelar potensi kita tersebut. Sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dengan baik dan menjadilah proses pengamalan atau mengaplikasiknnya dalam realita. Kesemua ruang lingkup ini dimulai dari Focus yang bermetode yang ditentukan oleh waktu dan tempat yang selalu tepat.

Selama napas ini masih mengikuti jalur paru-paru maka energi perubahan itu masihlah ada. Konsep pintu taubat itu masih selalu terbuka. Dimana segala kesalahn yang tidak terelakkan dapat kita masukkan ke dalam bangunan taubat yang pintunya masihlah terbuka. Disana kekosongan akan penyerahan kesalahan akan diisi dengan kebaikan-kebaikan ilmu yang antara ilmu Islam, Agama, Sains, Sosial tidak dipisah-pisahkan lagi. Kita melihatnya sebagai kesatuan yang bisa membangkitkan potensi kegeniusan kita. Ingat usia kita terbatas, kalau bukan sekarang maka keterlambatan akan selalu menghantui kita. SOF bisa Anda lakukan dimana saja dan kapan saja. Kelak Anda akan mengerti sendiri akan bagaimana mencari dan merasakan sholat yang khyusu’ lagi menyenangkan.

SOF®As-shufi™

Kita dalam pautan Cahaya

Selaksa cahaya menyinari alam jagad raya ini, kita pun sebagai manusia saling menyinari satu sama lain. Kita saling menumbukkan cahaya kita masing-masing dan slaing mengenal. Apa perbedaan antara satu manusia dengan yang lain? Yaitu tingkat ketakwaannya. Tingkat ketakwaan inilah kemudia kami maksudkan sebagai pautan Cahaya Ilahi.

Siapa yang menganggap dirinya lebih mengenal Allah dari pada yang lain maka dialah yang merugi atas sikapnya, karena pada dasrnya Allah-lah dengan Ke-Maha-Pengasihnya yang telah memberikan sedikit Cahayanya kepada kita untuk bisa mengabdi di Jalan-Nya,bukan “karena kita”. Allah-lah yang memiliki kehendak siapa yang Dia Kehendaki. Maka dari itu, mereka yang diberi Cahaya, lebih baik berdiam diri mendekatkan jiwanya pada Sang Khalik ketimbang angkat bicara sana-sini yang pada akhirnya hanya bencana prasangka yang bermunculan, kelak hanya yang berjodoh yang bisa bertemu dengan mereka.

Semoga kita dipertemukan dengan Siapa yang Allah kehendaki untuk menuntun kita ke Jalan-Nya.

ILMU yang telah terikat…

Assalam. Ilmu yang telah terikat merupakan wujud dari sebuah tulisan ilmiah. Ada apa dengan hal itu? Hati-hati, dari setiap tulisan yang kita buat, pastilah akan ada yang membacanya dan sadar atau tidak yang membacanya pastilah akan membandingkan dengan pemahaman ilmunya yang jika apa yang Anda tuliskan jauh lebih tinggi tingkat pemahamannya maka Anda telah mengajak orang tersebut masuk dalam alam pikiran Anda yang tentu saja telah berbeda zaman akibat perubahan waktu sehingga Anda telah memasukkan doktrin hebat ke dalam pikirannya. Mungkin maksud kita baik tetapi tulisan yang tidak utuh akan mengundang kesalahpahaman orang yang membacanya dan ini bisa saja memicu sebuah perang dunia dan perang spiritualitas.

Namun, di sisi lain, kita hanya mampu mengukir ilmu itu dalam tulisan, adapun kesalahpahaman orang mengartikannya mungkin akan dikembalikan kepada tingkat kecerdasan orang yang membacanya, dengan kata lain kita telah lepas tanggung jawab secara moril dari manfaat ilmu itu. Namun yang perlu sedikit dihindari adalah tulisan tentang pertentangan sebuah pemahaman. Saya yakin, teman-teman yang merasa benar akan sebuah pemahaman, sufisme misalnya, teman-teman mungkin menganggap hal itu sebuah tindakan bid’ah akan tetapi disaat kita pertemukan dalam sebuah forum silatuhrahmi (forum diskusi), antara mereka yang menentang dan yang ditentang ternyata sama saja, tidak ada perbedaan. Maka dari itu, pertentangan itu bagusnya mungkin cukup kita selesaikan secara sosial dan bermasyarakat. Karena apapun nama golongan kita akan tetapi, Tuhan, Nabi dan Kitab kita Sama,maka dari itu, lebih baik kita melihat hidup itu sebagai jalan panjang menuju kesempurnaan iman di akhirat kelak.

Semoga ilmu itu terjaga kebenarannya dan kita senantiasa dapat kembali ke jalan benar jika kita suatu hari kita tersandung dan jatuh ke dalam kemaksiatan.

http://rcm.amazon.com/e/cm?t=thesecrettofi-20&o=1&p=8&l=bpl&asins=B000P9ZBFA&fc1=000000&IS2=1&lt1=_blank&m=amazon&lc1=0000FF&bc1=000000&bg1=FFFFFF&f=ifr